Pahlawan
menurut penulis, adalah sosok teladan yang senantiasa dapat kita kenang ataupun
panutan yang membimbing dan membesarkan kita, hingga kisah kesehariannya tak
kan terlupakan sepanjang hidup. Figur pahlawan ataupun ‘Sang Hero’ yang
senantiasa kini penulis lihat, adalah ibu saya. Sepenggal senandung,
“Mother-Sami Yusuf”, di atas, tentu mengingatkan bagaimana ibu kita, mengandung
kita selama sembilan bulan. Setelah lahir kita dibesarkan dari balita, TK-
SD-masa kanak-kanak, SMP-remaja-SMA hingga Perguruan Tinggi dan dewasa. Runtutan
pengasuhan kehidupan yang begitu panjang, tentu ibu mencurahkan segenap kasih
sayang, dengan mengorbankan waktu, biaya, jiwa maupun raga beliau. Walaupun
tentu dalam waktu pengasuhan ibu itu, kita pernah membuat beliau kecewa, marah
ataupun tingkah polah kita tak berkenan di hati beliau. Sungguh ibu-pun dapat
dianggap pahlawan tanpa tanda jasa. Hingga jika dimasa kini, kita telah mandiri
dan berhasil dalam hidup, telah berkeluarga dan mendapatkan rejeki yang cukup,
ibu-pun tak mempunyai keinginan mendapatkan balas budi dari kita.
Kisah
perjuangan seorang ibu, dalam menjalani kehidupannya tentu dapat memberikan
lukisan gambaran sosok pahlawan yang dapat terkenang sepanjang masa. Ketika
terdengar kembali lirik lagu, “Mother”, di MP3 saya, kembali saya teringat akan
aktifitas keseharian yang dijalani ibu saya. Jika adzan subuh telah
berkumandang, ibu telah terbangun. Diawali dengan melakukan sholat subuh,
setelah sebelumnya melakukan makan sahur dan dilanjutkan melakukan ibadah puasa
di bulan Ramadan 1431 H,ini. Menjelang pukul 05.30 WIB pagi, ibu telah
bersiap-siap untuk menjalani aktifitas lainnya, yaitu sebagai pedagang
sayur-sayuran dan sembako di pasar tradisional di pusat kota Paris Van Java.
Saya
atau pun ayah, biasanya mengantar, ibu ke pasar. Udara pagi di ibu kota
provinsi Jawa Barat ini, cukup dingin harus siap kami hadapi. Dengan kendaraan
motor roda dua kami berdua berangkat. Diawali mampir dulu ke pasar lokal, di
jantung kota Bandung, kami mengambil dagangan yang akan di jual. Saya pun
tunggu di tempat parkir. Ibu datangi pedagang relasinya, dengan kesabarannya
yang telah teruji, dia minta agar barang yang telah dipesannya diantar ke
tempat parkir saya, biasanya diantar oleh seorang laki-laki setengah baya
dengan logat jawa ataupun di lain waktu seorang pedagang lokal, dengan dialog
khas sunda, menyapa saya dulu, saya pun membalas sapaan-nya, dia pun sambil
tersenyum simpul antar barang itu ke jok depan motor saya, tak lupa saya
ucapkan terima kasih, dia pun mengganguk. Pernah pula seorang ibu muda yang
sopan dan santun, mengantar pesanan barang dagangan ibu saya itu.
Kemudian
ibu pun datang, dengan semangat juangnya yang menyala-nyala bak seorang
pahlawan, ia bawa barang dagangan yang lain, tanpa dia hiraukan walaupun agak
berat, dagangan yang dibawanya dengan sebuah plastik tebal warna hitam.
Kekuatan semangatnya itulah, menjadikan energi yang terpancar, tidak dirisaukan
ibu, walo jelas terlihat dari keringat yang kadang terlihat menetes di
tubuhnya. Akan tetapi, ia tetap bawa dagangan yang dipesan oleh langganannya
itu, agar sesuai dengan pesanan semula. Kebetulan diantara beberapa relasi
langganan, ibu punya langganan yang mempunyai usaha warung makan dan minuman
yang lumayan ramai dan laku. Sehingga ibu tak mau setiap pesanan yang
benar-benar dibutuhkan langganan spesialnya ini tidak dapat dilayani dengan
memuaskan. Sebab jika mengecewakan, ibu tidak mendapatkan barang pesanan
kemungkinan langganan khusus ibu ini, akan berpindah ke pedagang yang lain, dan
untuk merintis mendapatkan langganan yang baru, tentu tidak mudah butuh
perjuangan panjang.
***
Selanjutnya
kami berdua berangkat ke pasar tempat ibu berdagang, perjalanan kurang lebih
duapuluh menit kami jalani di bulan Ramadan yang penuh keberkahan ini, dengan
kemacetan di beberapa tempat di jalan-jalan kota Bandung, menjadi pemandangan
yang khas waktu jam sibuk antara jam 06.00-07.00 WIB, pagi. Walaupun di awal
Ramadan yang mulai berlaku rabu 11/8/10, justru jalanan masih lengang, sebab
rekan-rekan yang mempunyai putra-putrinya bersekolah masih libur. Tentu saya
berhati-hati mengemudikan kendaraan mengantisipasi keadaan ini, sebab angkutan
kota, motor maupun mobil pribadi saling bersaing menuju tujuan masing-masing.
Sesampai dilokasi tempat ibu menjemput rezeki saya hentikan sepeda motor.
Kemudian ibu membawa barang pesanan ke jongkok atau warung tempat ibu jualan.
Dalam perjalanan itu, dengan senyumnya maupun sapaan ibu yang khas menyapa
pedagang-pedagang yang lain.
Kemudian
ibu membuka warung, dibantu oleh ayah. Ayah kebetulan telah memasuki masa pensiun
suatu instansi hingga dapat membantu. Menjelang jam 06.30 WIB pagi, biasanya
ada langganan yang datang ke warung, membeli sayur-sayuran mentah ataupun
mengambil barang pesanannya. Ibu yang supel dan ramah terlihat dari guratan
wajahnya, selalu melayani langgangannya dengan sikap yang sopan. Sewaktu ibu
mengadakan transaksi dagang dengan pembeli ataupun langganannya, biasanya
disertai tawar menawar harga ataupun ngobrol tentang keluarga ataupun masalah
yang sedang hangat menyertai perbincangan itu. Berkat sikap yang sabar, ulet
dan semangat tak kenal menyerah, dengan ‘dagangan’ itulah ibu dapat membiayaiku
untuk menempuh sekolah hingga pendidikan tinggi dan mengantarku bersama
adik-adik untuk dapat hidup mandiri.
***
Yang
saya salut pada ibu, walo dia capek, dan wajah sepuh dah nampak pada tubuhnya,
jika ada masalah dengan dagangannya, ia selalu sabar mencari solusi
penyelesaian klasikal jika dagang. Yakni, fluktuatif hasil berdagang antara
untung dan rugi yang didapat tiap hari, minggu ataupun bulanannya. Sekarang
usia ibu telah mencapai lima puluh tahunan lebih. Di bulan Ramadan 1431 H-
Agustus-September 2010 ini, ibu-pun masih aktif menjajakan dagangannya, sebab
di musim shaum-puasa, perdagangan sembako, sayur-mayur justru laku, pembeli
justru banyak yang merelakan waktunya untuk ke warung ibu, hingga ibu-pun
senantiasa sumringah dari gurat wajahnya, ketika akan berangkat di pagi hari
ataupun di sore hari, seraya sambil bersyukur, Alhamdullilah, dagangan
cepat laku, jika puasa tiba, “Ucapnya pada saya.”
Dari
kisah tentang ibu saya ini, tentu mengingatkan saya pada sebuah hadis Nabi
Muhammad SAW, yakni : “Seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam : “Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? “
Beliau menjawab: ”Ibumu”, . “Kemudian siapa?” “Ibumu”. “Lalu?”, “Ibumu”, ”baru
kemudian Bapakmu dan keluarga terdekat yang lain”, tegas Nabi shallallahu
’alaihi wasallam. (HR. Bukhari dan Muslim). Tentulah bagi yang masih mempunyai
ibu, diharapkan limpahan curahan kasih sayang kita pada nya masih tercurah,
sebab dari-nya- lah kasih sayang itu tertanam pada diri kita, begitu pula sifat
kepahlawanan ibu yang benar-benar tanpa kenal lelah memperjuangkan kehidupan
kita. Sedangkan apabila ibu telah tiada, hendaknya doa kita terus tercurah
pada- Nya. (IyS/12/8/10)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar